Vol. 12, No. 1, pp. 1-9, Januari 2022
https://journal.ikopin.ac.id 58
pesisir melalui kegiatan perikanan dan budidaya. Menurut lamanya melaut, ada banyak
jenis nelayan, antara lain nelayan harian, nelayan mingguan, dan nelayan bulanan.
Nelayan rentan terhadap penyakit akibat kerja (Kalalo, 2016). Hal ini disebabkan
kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja di kalangan nelayan
(Ratri & Paskarini, 2014).
Kelompok nelayan tanah air membutuhkan perhatian khusus dalam
mengembangkan pembangunan kesehatan pada tahun 2010-2014. Menurut data BPS
2011, Indonesia memiliki sekitar 8.090 desa pesisir yang tersebar di 300 wilayah
kabupaten/kota. Dari 234,2 juta penduduk Indonesia, 67,87 juta bekerja di sektor
informal, di mana sekitar 30 persennya adalah nelayan. Data lain, Indonesia memiliki 31
juta penduduk miskin, sekitar 7,87 juta jiwa di Indonesia (25,14%) termasuk para nelayan
dan masyarakat pesisir. Pembangunan kesehatan merupakan upaya seluruh komponen
bangsa untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan setiap orang untuk
hidup sehat guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Menuju tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilakukan secara terarah dan
berkelanjutan.
1
Menurut Hendrik L Blum, ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
suatu masyarakat: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Kesehatan
ditentukan oleh 40 persen faktor lingkungan, 30 persen faktor perilaku, 20 persen faktor
kebersihan, dan 10 persen faktor keturunan/genetik, kata Blum.
2
Demikian pula halnya
dengan pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan
sebagai kelompok dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
Ketersediaan fasilitas sangat dipengaruhi oleh lokasi, apakah masyarakat dapat
mengakses atau tidak.
3
Yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
nelayan di bidang kesehatan adalah dengan meningkatkan pelayanan kesehatan, baik
dalam pelayanan kesehatan di puskesmas, posyandu, dan lain-lain. Tetapi dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan di daerah pesisir terdapat banyak kendala, yaitu
dalam pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
(Napirah et al., 2016). Anderson berpendapat bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu karakteristik bawaan
(pendidikan, pekerjaan, ras), karakteristik pendukung (pemberdayaan), yaitu sarana,
prasarana, karakteristik kebutuhan dan fasilitas.
4
Berdasarkan hasil penelitian Rosdiana (2018), variable Jenis kelamin,
pendapatan, kepesertaan asuransi, tenaga kesehatan, dan letak/jarak geografis
berhubungan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan pada komunitas pekerja nelayan di
Desa Bonto Bahari Kabupaten Maros.
5
Sedangkan menurut Sampeluna, dkk (2013), ada
4 faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam menggunakan pelayanan
kesehatan, yaitu: faktor budaya (budaya, subkultur dan kelas sosial), faktor sosial
(kelompok acuan, keluarga, peran dan status), faktor pribadi (usia dan tahap siklus hidup,
pekerjaan), kondisi ekonomi , gaya hidup, kepribadian dan konsep diri) dan faktor
psikologis (motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan dan sikap).
6
Pemanfaatan layanan kesehatan merupakan penentu kesehatan yang penting dan
memiliki relevansi khusus sebagai masalah kesehatan masyarakat dan pembangunan di
negara-negara berpenghasilan rendah (Abas et al., 2020). Faktanya, Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) telah menjadikan penggunaan layanan kesehatan sebagai konsep kesehatan
primer yang penting bagi kelompok yang paling rentan dan rentan. Dan menyarankan
bahwa kesehatan harus dapat diakses secara universal, tanpa hambatan berdasarkan
keterjangkauan, aksesibilitas fisik, atau penerimaan layanan. Oleh karena itu, peningkatan
penggunaan layanan kesehatan merupakan tujuan utama di banyak negara berkembang.
7