Jatuhnya Nilai Rupiah dan Krisis Ekonomi Menurut
Pemikiran Ibnu Taimmiyah
e-ISSN: 2809-8862
p-ISSN: 2086-3306
Royyan Hafizi, Putri Amalia Zubaedah 100
mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa Bank Sentral bahkan
memiliki kewenangan yang independen, dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh
diintervensi oleh pihak di luar Bank Sentral, termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan
karena sejumlah studi menunjukkan bahwa Bank Sentral yang kurang independen, salah
satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan
moneter untuk mendorong perekonomian, sehingga dari intervensi tersebut akan
mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank Sentral umumnya mengandalikan jumlah uang beredar atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, Bank Sentral juga
berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan
karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi)
maupun eksternal (kurs), yang mana saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan
oleh Bank Sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
KESIMPULAN
Menurut Ibnu Taimiyyah, jatuhnya nilai mata uang disebabkan karena pencetakan
uang yang terlalu banyak. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa otoritas pemerintah harus
mencetak mata uang koin (emas maupun perak) sesuai dengan nilai transaksi yang adil
dari penduduk,tanpa keterlibatan kezaliman didalamnya. Beliau sangat menentang nilai
mata uang ini. Krisis moneter terjadi karena inflasi yang terlalu tinggi. Menurut Ibnu
Taimiyyah Inflasi tersebut terjadi Karena adanya peredaran mata uang yang tidak
seimbang, yaitu dengan pencetakan fulus yang nilai nominalnya tidak seimbang dengan
kandungan logam, sehingga apabila dibelanjakan untuk emas dan perak, maupun barang-
barang berharga lainnya, nilai mata uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul
inflasi. Kemudian Ibnu Taimiyyah memberikan solusi pemikirannya terhadap krisis
moneter yaitu dengan memperhatikan tiga hal yaitu : mekanisme pasar yang stabil,
regulasi harga yang harus ditetapkan pemerintah secara adil, dan kebijakan moneter oleh
pemerintah berupa pencatakan fulus harus didasarkan pada keseimbangan volume fulus
dengan proporsi jumlah transaksi yang terjadi, sehingga dapat terciptanya harga yang
adil. Kemudian terhadap uang yang telah beredar dimasyarakat disarankan untuk tidak
membatalkannya, bahkan Ibnu Taimiyah menyarankan untuk mencetak uang sesuai
dengan nilai riilnya.
BIBLIOGRAFI
Fageh, A. (2018). Konsepsi Uang dan Kebijakan Moneter Perspektif Ibnu Taimiyah.
TARBIYA ISLAMIA: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman, 7(1), 1–20.
Hakim, M. L. (2020). Hermeneutik-Negosiasi dalam Studi Fatwa-Fatwa Keagamaan:
Analisis Kritik terhadap Pemikiran Khaled M. Abou El Fadl. Istinbath, 19, 27–52.
Harahap, S. M. (2015). Metode Istimbath Hukum Ibn Taimiyah (Analisis terhadap Kitab
Majmu’Fatawa Karya Taqiyuddin Ahmad Ibn Taimiyah). Yurisprudentia: Jurnal
Hukum Ekonomi, 1(2), 47–61.
Junery, M. F. (2012). Konsep Moneter Islam Solusi terhadap Penanggulangan Goncangan
(Shock) Ekonomi. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita, 1(1), 99–116.
Khalamillah, F. (2018). Money Function and Money Banking by Ibnu Taimiyah.
Nezky, M. (2013). Pengaruh krisis ekonomi Amerika Serikat terhadap bursa saham dan
perdagangan Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 15(3), 89–103.
Purba, B., Nainggolan, L. E., Siregar, R. T., Chaerul, M., Simarmata, M. M. T., Bachtiar,
E., Rahmadana, M. F., Marzuki, I., & Meganingratna, A. (2020). Ekonomi Sumber