How to cite:
Royyan Hafizi, Putri Amalia Zubaedah. (2020). Jatuhnya Nilai Rupiah dan Krisis Ekonomi
Menurut Pemikiran Ibnu Taimmiyah. Co-Value: Jurnal Ekonomi, Koperasi Kewirausahaan Vol
11(3):93-101
E-ISSN:
Published by:
https://greenpublisher.id/
JATUHNYA NILAI RUPIAH DAN KRISIS EKONOMI MENURUT
PEMIKIRAN IBNU TAIMMIYAH
Royyan Hafizi
1
, Putri Amalia Zubaedah
2
Green Publisher
E-mail : royyanhafizi18@gmail.com, putt.mafazha@gmail.com
Abstrak
Artikel ini menjelaskan mengenai pemikiran ibnu taimmiyah terhadap jatuhnya nilai
mata uang dan krisis ekonomi dan juga jatuhnya nilai rupiah serta krisis ekonomi di
Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif
dengan mencari beberapa referensi dan literature review yang mendukung materi
penelitian. Dalam penelitian ini penulis menemukan masalah mengenai sebab
jatuhnya mata uang rupiah serta krisis ekonomi yang terjadi di Negara Indonesia.
Penelitian ini bertujuan agar pembaca dapat memahami sebab jatuhnya mata uang
yang pernah terjadi pada masa ibnu Taimiyah dan mengkorelasikan dengan jatuhnya
nilai rupiah saat ini di Indonesia, selain itu penelitian ini bertujuan agar pembaca
dapat memahami mengenai krisis ekonomi menurut pemikiran ibnu Taimmiyah,
dalam artikel ini juga akan di paparkan solusi yang bisa diterapkan agar krisis
moneter dapat diatasi secara efektif dan efisien berdasarkan pandangan ibnu
Taimmiyyah. Hasil penelitian ini yaitu: Menurut Ibnu Taimiyyah, jatuhnya nilai mata
uang disebabkan karena pencetakan uang yang terlalu banyak. Ibnu Taimiyyah
mengatakan bahwa otoritas pemerintah harus mencetak mata uang koin (emas
maupun perak) sesuai dengan nilai transaksi yang adil dari penduduk,tanpa
keterlibatan kezaliman didalamnya. Menurut Ibnu Taimiyyah Inflasi tersebut terjadi
Karena adanya peredaran mata uang yang tidak seimbang, yaitu dengan pencetakan
fulus yang nilai nominalnya tidak seimbang dengan kandungan logam, sehingga
apabila dibelanjakan untuk emas dan perak, maupun barang-barang berharga lainnya,
nilai mata uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul inflasi. Kemudian
Ibnu Taimiyyah memberikan solusi pemikirannya terhadap krisis moneter yaitu
dengan memperhatikan tiga hal yaitu : mekanisme pasar yang stabil, regulasi harga
yang harus ditetapkan pemerintah secara adil, dan kebijakan moneter oleh
pemerintah.
Kata Kunci: Nilai mata uang, Krisis, Moneter, Ibnu Taimiyyah
Abstract
This article describes Ibn Taimmiyah's thoughts on the fall in the value of the
currency and the economic crisis as well as the fall in the value of the rupiah and the
economic crisis in Indonesia. The research method used is through a qualitative
approach by looking for several references and literature reviews that support the
research material. In this study the authors found problems regarding the causes of
the fall of the rupiah currency and the economic crisis that occurred in Indonesia.
This study aims so that the reader can understand the causes of the fall of the
currency that occurred during ibn Taimiyah's time and correlate it with the current
fall in the value of the rupiah in Indonesia. will be described solutions that can be
applied so that the monetary crisis can be overcome effectively and efficiently based
Jatuhnya Nilai Rupiah dan Krisis Ekonomi Menurut
Pemikiran Ibnu Taimmiyah
e-ISSN: 2809-8862
p-ISSN: 2086-3306
Royyan Hafizi, Putri Amalia Zubaedah 94
on the views of ibn Taimmiyyah. The results of this study are: According to Ibn
Taimiyyah, the fall in the value of the currency is caused by printing too much
money. Ibn Taymiyyah said that the government authorities should print coins (gold
or silver) according to the fair transaction value of the population, without the
involvement of injustice in it. According to Ibn Taimiyyah, the inflation occurred
because of an unbalanced currency circulation, namely by printing foreign currency
whose nominal value was not balanced with the metal content, so that when spent on
gold and silver, as well as other valuable items, the value of the currency decreased.
and finally inflation. Then Ibn Taymiyyah gave his solution to the monetary crisis,
namely by paying attention to three things, namely: a stable market mechanism, price
regulation that must be set by the government fairly, and monetary policy by the
government.
Keywords: Currency Value, Crisis, Monetary, Ibn Taymiyyah
Diterima: 26-11-2020; Direvisi: 6-12-2020; Disetujui: 6-12-2020
PENDAHULUAN
Jatuhnya nilai mata uang dan krisis ekonomi sudah sering terjadi di dunia
internasional maupun di Indonesia (Nezky, 2013). Diawali dengan terjadinya malapetaka
yang besar (the great depressions) pada tahun 1930-an, kemudian disusul dengan
terjadinya krisis Amerika Latin pada dekade 1980-an, akhirnya muncul kembali pada
krisis moneter di Asia pada pertengahan tahun 1997-an, adalah pengalaman ekonomi
dunia dengan inflasi tingginya (hyper inflation) yang sangat merusakkan sendi-sendi
ekonomi (Wicaksana & Sukmana, 2018).
Krisis ini diawali dari krisis di sektor moneter (depresiasi nilai tukar rupiah
dengan dolar) yang kemudian merambat kepada semua sektor tanpa terkecuali (Junery,
2012). Tingkat Inflasi ketika itu sebesar 77,60% yang diikuti pertumbuhan ekonomi
minus 13,20%. Adapun terganggunya sektor riil tampak pada kontraksi produksi pada
hampir seluruh sektor perekonomian. Tahun 1998, seluruh sektor dalam perekonomian
(kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih) mengalami kontraksi. Sektor konstruksi
mengalami kontraksi terbesar yaitu 36,4%. Disusul kemudian sektor keuangan sebesar
26,6% (Junery, 2012).
Dalam rangka mengendalikan inflasi dan menjaga stabilnya nilai mata uang,
pemerintah dan otoritas moneter yang ada mengambil beberapa kebijakan baik dari segi
moneter, fiskal, maupun sektor riil (YULI et al., 2020). Dari segi moneter, bank sentral
akan menaikkan suku bunga dan pengetatan likuiditas perbankan, mengkaji efektivitas
instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter, menentukan sasaran akhir
kebijakan moneter, mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi
dan memformulasikan respon kebijakan moneter (Warjiyo, 2017). Namun, dari paparan
di atas, hakikatnya otoritas moneter hanya sebatas menyentuh permasalahan teknis atau
gejala (symptom) semata. Sebaliknya, perpaduan kebijakan yang digunakan
menimbulkan krisis bertambah parah.
Ibnu Taimiyah (1263-1328) pada masa Daulah Bani Mamluk juga telah
memperingatkan keadaan ini, ia menyatakan bahwa mata uang yang berkualitas buruk
akan menyingkarkan mata uang berkualitas baik dari peredaran (Uyuni, 2022). Apabila
fulus dibiarkan beredar sebagai alat tukar maka niscaya dinar dan dirham akan
menghilang dari peredaran (Uyuni, 2022). Inflasi bisa terjadi disebabkan oleh faktor -
faktor non meneter seperti bencana alam, banjir yang mengakibatkan terjadinya
penurunan produksi bahan kebutuhan pokok mapun rusaknya infrastruktur jalan dan
sebagainya sehinga berakibat pada terhambatnya distribusi bahan kebutuhan ke beberapa
Vol. 11, No.3, pp. 93-101, Desember, 2020
95 https://journal.ikopin.ac.id
daerah (Purba et al., 2020). Inflasi juga bisa disebabkan oleh faktor non moneter lainnya
seperti lambannya respon pemerintah mengantisipasi terjadinya inflasi.
Kehidupan manusia tentunya tidak akan dapat dipisahkan dengan permasalahan
ekonomi seperti jatuhnya nilai rupiah dan krisis moneter, yang mana melibatkan
hubungan manusia dengan manusia lainnya, tentunya hubungan tersebut harus didasarkan
pada norma-norma agama yaknı Islam, yang mengatur segala aspek kehidupan termasuk
yang berkaitan dengan masalah ini (Zahra Afifah & Hendra Setiawan, 2012). Dalam
usaha mengembangkan sistem ekonomi Islam, kita mencoba melihat sebuah konsep
pemikiran yang sangat brilliant pada masa itu, sebagai inspirasi dan petunjuk, oleh karena
itu penulis mencoba menyampaikan pokok-pokok pemikıran dari salah satu tokoh yakni
Ibnu Taimiyyah yang berkaitan dengan masalah ekonomi, seperti jatuhnya nilai rupiah
dan krisis moneter.
METODE PENELITIAN
Dalam penulisan artikel ini, kami menggunakan metode kualitatif dengan
mencari dari beberapa referensi dan literature review yang mendukung materi kajian
ilmiah “Jatuhnya Rupiah dan Krisis Ekonomi Menurut Pemikiran Ibnu Taimmiyah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
.
1. Biografi Ibnu Taimiyyah
Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyyudin Ahmad bin Abdu Halim lahir di
kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabbiul Awwal 661 H). Ia berasal dari
kelurga yang berpendidikan tinggi (Khalamillah, 2018). Ayah, paman dan kakeknya
merupakan ulama besar Mazhab Hambali dan penulis sejumlah buku (Rofiq, 2019). Ibnu
Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang
muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang
berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin". Ia berada di penjara ini selama dua
tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada
tanggal 20 Dzulhijjah 728 H, dan dikuburkan pada waktu ashar di samping kuburan
saudaranya, Syaikh Jamal AlIslam Syarafuddin. Jenazahnya disalatkan di masjid Jami`
Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta
para penduduk (Sahiruddin, 2018).
Di Damaskus beliau belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam
ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul
fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia
telah hafal Al-Qur'an (Harahap, 2015). Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai
terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah
keagamaan (Hakim, 2020). Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi
hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan
Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami
semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad (Fageh, 2018).
Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), ia memiliki kehebatan yang
luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau
ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para
filusuf (Harahap, 2015). Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku
kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi
Jatuhnya Nilai Rupiah dan Krisis Ekonomi Menurut
Pemikiran Ibnu Taimmiyah
e-ISSN: 2809-8862
p-ISSN: 2086-3306
Royyan Hafizi, Putri Amalia Zubaedah 96
menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul.
Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa
dalam agama Islam (Sinaga, 2021).
2. Uang dan Jatuhnya Nilai Uang Menurut Ibnu Taimiyyah
a. Fungsi dan Karakteristik Uang
Secara khusus Ibnu Taimiyah menyebutkan dua utama fungsi uang yaitu sebagai
pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan:
“Atsman (harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan
sebagai pengukur nilai barang-barang (mi’yar al-amwal) yang dengannya jumlah nilai
barang-barang (maqadir al-amwal) dapat diketahui; dan uang tidak pernah dimaksudkan
untuk diri mereka sendiri.”
Pada kalimat terakhir pernyataannya tersebut (…dan uang tidak pernah
dimaksudkan untuk diri mereka sendiri), sebagaimana yang diungkapkan juga oleh Al-
Ghazali, menunjukkan bahwa beliau menentang bentuk perdagangan uang untuk
mendapatkan keuntungan. Perdagangan uang berarti menjadikan uang sebagai komoditas
yang dapat diperdagangkan, dan ini akan mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang
sebenarnya. Terdapat sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai alat
untuk melakukan transaksi, bukan diperlakukan sebagai komoditas yaitu : Uang tidak
mempunyai kepuasan intrinsik (intrinsic utility) yang dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginan manusia secara langsung. ikendarai. Oleh karena itu uang tidak boleh
diperdagangkan dalam Islam. Komoditas mempunyai kualitas yang berbeda-beda,
sementara uang tidak. Komoditas akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli.
Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang. Jika uang harus
ditukar dengan uang, maka pertukaran tersebut harus lengkap (taqabud) dan tanpa ada
jeda (hulul). Jika dua orang saling bertukar uang, yang salah satu di antara mereka
membayar dengan kontan sementara yang lain berjanji akan membayarnya nanti, maka
orang pertama tidak dapat menggunakan uang yang dijanjikan dalam transaksi tersebut
sampai ia benar-benar dibayar. Hal ini menyebabkan orang pertama kehilangan
kesempatan menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Itulah alasan
Ibnu Taimiyah ketika menentang jual beli uang.
b. Jatuhnya Nilai Uang
Ibnu Taimiyyah mempunyai pengalaman beberapa kali turunnya nilai mata uang
koin di Mesir, di bawah pemerintah sejumlah sultan dari Dinasti Mamluk. Beliau
meminta sultan untuk memeriksa penyebab menurunnya nilai uang tersebut, yang
menyebabkan terjadinya kekacauan ekonomi. Beliau sangat menentang penurunan nilai
mata uang, juga pencetakan uang yang terlalu banyak. Ibnu Taimiyyah mengatakan
bahwa otoritas pemerintah harus mencetak mata uang koin (emas maupun perak) sesuai
dengan nilai transaksi yang adil dari penduduk,tanpa keterlibatan kezaliman didalamnya.
c. Mata Uang yang Buruk Akan Menyngkirkan Mata Uang yang Baik
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan
menyingkirkan mata uang yang berkualitas baik dari peredaran. Ia menggambarkan hal
ini sebagai berikut Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan
menyingkirkan mata uang yang berkualitas baik dari peredaran. Ia mengambarkan hal ini
sebagai berikut :
“Apabila penguasa membatalkan penggunaan mata uang tertentu dan mencetak
jenis mata uang yang lain bagi masyarakat, hal ini akan merugikan orang-orang kaya
Vol. 11, No.3, pp. 93-101, Desember, 2020
97 https://journal.ikopin.ac.id
yang memiliki uang karena jatuhnya nilai mata uang lama menjadi hanya sebuah barang.
Ia berarti telah melakukan kezaliman karena menghilangkan nilai tinggi yang semula
mereka miliki. Lebih daripada itu, apabila nilai intrinsiknya mata uang tersebut berbeda,
hal ini akan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi para penjahat untuk
mengumpulakan mata uang yang buruk dan menukarkannya dengan mata uang yang baik
dan kemudian mereka akan membawanya ke daerah lain dan menukarkannya dengan
mata uang yang buruk di daerah tersebut untuk dibawa kembali ke daerahnya. Dengan
demikian, nilai barang-barang masyarakat akan menjadi hancur”.
Pada pernyataan tersebut, Ibnu Taimiyah menyebutkan akibat yang akan terjadi
atas masuknya nilai mata uang yang buruk bagi masyarakat yang sudah terlanjur
memilikinya. Jika mata uang tersebut kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi sebagai
mata uang, berarti hanya diperlakukan sebagai barang biasa yang tidak memiliki nilai
yang sama dibanding dengan ketika berfungsi sebagai mata uang. Disisi lain, seiring
dengan kehadiran nilai mata uang yang baru, masyarakat akan memperoleh harga yang
lebih rendah untuk barang-barang mereka.
Di bagian akhir pernyataan beliau di atas, dinyatakan bahwa uang yang berkualitas
buruk akan menyingkirkan uang dengan kualitas baik dari peredaran. Hal itu akibat
beredarnya mata uang lebih dari satu jenis pada saat itu dengan kandungan logam mulia
yang berbeda. Sebagaimana dinyatakan di atas, bahwa 1 Dirham yang semula
mengandung 2/3 perak dan 1/3 tembaga, sekarang menjadi terdiri atas 1/3 perak dan 2/3
tembaga. Masyarakat yang masih memegang Dinar dan Dirham lama termotivasi untuk
menukar uangnya tersebut dengan produkproduk dari luar negeri karena akan
mendapatkan jumlah produk yang lebih banyak atau lebih menguntungkan. Selanjutnya,
makin banyak masyarakat beralih pada penggunaan Fulus sebagai alat transaksi,.
Akibatnya peredaran Dinar sangat terbatas, Dirham berfluktuasi, bahkan kadang-kadang
menghilang. Sementara Fulus beredar secara luas. Banyaknya Fulus yang beredar akibat
meningkatnya kandungan tembaga dalam mata uang Dirham mengakibatkan sistem
moneter pada waktu itu tidak stabil.
d. Pandangan Ibnu Taimiyah Mengenai Harga dan Pasar
Ibnu Taimiyyah juga memberikan pandangannya mengenai harga dan pasar.
Menurutnya mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik menarik
antara konsumen dan produsen baik dari pasar out put (barang) ataupun input (faktor-
faktor produksi). Adapun harga diartikan sebagai sejumlah uang yang menyatakan nilai
tukar suatu unit benda tertentu.
Harga yang adil merupakan harga (nilai barang) yang dibayar untuk objek yang
sama diberikan, pada waktu dan tempat yang diserahkan barang tersebut. Definisi harga
yang adil menurut Ibn Taimiyyah adalah:
"Nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum
sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis
lainnya di tempat dan waktu tertentu".
Ada dua tema pembahasan Ibn Taimiyah tentang masalah harga: a) Kompensasi
yang setara/adil ('iwad al-mitsl) yaitu penggantian sepadan yang merupakan nilai harga
yang setara dari sebuah benda menurut adat kebiasaan. b) Harga yang setara/adil (tsaman
al-mitsl) yaitu nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dapat diterima secara
umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual itu ataupun barangbarang
yang sejenis lainnya ditempat dan waktu tertentu.
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga barang-barang yang dilakukan
oleh pemerintah. Regulasi ini bertujuan untuk memelihara kejujuran dan kemungkinan
penduduk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Mengenai regulasi harga menurut Ibn
Jatuhnya Nilai Rupiah dan Krisis Ekonomi Menurut
Pemikiran Ibnu Taimmiyah
e-ISSN: 2809-8862
p-ISSN: 2086-3306
Royyan Hafizi, Putri Amalia Zubaedah 98
Taimiyyah, harga barang naik karena kekuatan pasar, bukan karena ketidaksempurnaan
pasar tersebut. Kemudian beliau juga mengatakan bahwa pengaturan harga diperlukan
untuk mencegah pedagang menjual makanan atau barang dengan sesuka hati dan hanya
menjual kepada kelompok tertentu saja.
Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan antara permintaan dan
penawaran. Dalam pengertian ini, pasar bersifat interaktif, bukan fisik. Adapun
mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan dan
penawaran. Pertemuan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) dinamakan
equilibrium price (harga keseimbangan) Ibn Taimiyyah juga memiliki pandangan tentang
pasar bebas, dimana suatu harga dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan
permintaan. Ia mengatakan "naik turunnya harga tak selalu berkait dengan penguasaan
(zulm) yang dilakukan oleh seseorang. Sesekali alasannya adalah karena adanya
kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang diminta.
Jadi, jika kebutuhan terhadap jumlah barang meningkat, sementara kemampuan
menyediakannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika
kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaannya menurun, harga akan
turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa
saja berkaitan dengan sebab yang tidak melibatkan ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga
disebabkan oleh ketidakadilan. Maha besar Allah, yang menciptakan kemauan pada hati
manusia.
3. Krisis Moneter Dalam Pandangan Ibnu Taimiyyah
Krisis moneter terjadi karena inflasi yang terlalu tinggi. Menurut Ibnu Taimiyyah
Inflasi tersebut terjadi Karena adanya peredaran mata uang yang tidak seimbang, yaitu
dengan pencetakan fulus yang nilai nominalnya tidak seimbang dengan kandungan
logam, sehingga apabila dibelanjakan untuk emas dan perak, maupun barang-barang
berharga lainnya, nilai mata uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul inflasi.
Dalam menangani krisis moneter, Ibnu Taimiyah telah memberikan kontribusi
pemikirannya dengan konsep kesetaraan/keadilan. Keadaan yang memicu saat terjadinya
moneter membuat keuangan Negara tidak stabil. Sama halnya dengan konsep yang terjadi
sekarang, seketika harga dapat melonjak naik dan terkadang turun, aktivitas ekonomipun
sudah cukup banyak, dan tentu tingkat terjadinya fluktuasi juga semakin tinggi. Ibnu
Taimiyyah menangani hal tersebut dalam 3 hal yaitu :
1. Mekanisme Pasar
Pada prinsipnya mekanisme pasar diartikan bahwa harga bergerak bebas sesuai
hukum permintaan dan penawaran (supply and demand). Jika supply lebih besar dari
demand, maka harga akan cenderung rendah. Begitupun jika demand lebih tinggi
sementara supply terbatas, maka harga akan cenderung mengalami peningkatan.
Dalam implementasi sehari-hari belum bisa dipastikan kegiatan yang terbentuk di
pasar apakah memang berjalan sesuai dengan mekanisme pasar yang wajar, tidak ada
unsur intervensi, tidak ada unsur permainan oleh sekelompok kekuatan tertentu yang
membentuk kartel dan sebagainya. Dalam pasar bebas misalnya, terkadang ada terjadinya
saham yang diperdagangkan dengan perubahan harga yang cukup wajar. Wajar disini
berarti fluktuasi harga yang terjadi berlangsung secara normal, tidak ekstrem. Tapi
terkadang juga sering memperlihatkan ada saja saham-saham yang harganya bergerak
secara ekstrem, naik secara mencolok atau turun secara drastic.
Vol. 11, No.3, pp. 93-101, Desember, 2020
99 https://journal.ikopin.ac.id
Memahami mekanisme pasar pada aktifitas jual beli saham di pasar modal ini
bukanlah hal yang sederhana. Dibutuhkan kejelian dan kepekaan tinggi untuk melihat
mana saham yang memang bergerak berdasarkan mekanisme pasar dan mana saham yang
bergerak di luar mekanisme pasar. Disebut bergerak di luar mekanisme pasar karena fakta
menunjukkan memang ada saham-saham tertentu yang pergerakannya dikendalikan oleh
satu kekuatan tertentu meskipun hal itu sulit dibuktikan.
Saham seperti inilah yang harus diwaspadai oleh investor. Bursa Efek Indonesia
(BEI) selaku pengawas pasar tidak mungkin mengambil tindakan karena kenaikan harga
saham tadi berlangsung dalam koridor pasar. Artinya, tidak ada aturan pasar yang
dilanggar. Karena itu investor harus ekstra hati-hati melihat kenaikan harga saham yang
tidak didukung oleh fakta material.
2. Regulasi Harga
Seiring dengan yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, jika terjadinya ketidak
stabilan harga dimana suatu komoditas kebutuhan pokok yang harganya naik akibat
adanya manipulasi atau perubahan harga yang disebabkan oleh dorongan-dorongan
monopoli, maka pemerintah harus menetapkan harga yang adil bagi penjual dan pembeli.
Kebijakan impor selama ini terbukti hanya menyelesaikan masalah sesaat.
Dibutuhkan solusi jangka panjang untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi masyarakat.
Kebijakan impor terbukti menciptakan ketidakstabilan harga kebutuhan pokok.
Pemenuhan target produksi dan pembenahan disisi jalur distribusi seharusnya menjadi
prioritas pemerintahan saat ini. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran untuk
mempercepat peningkatan produksi dan pembenahan pasar domestik dibanding
pemberian subsidi langsung untuk operasi pasar atau pasar murah. Langkah tersebut
diperlukan agar seluruh barang kebutuhan pokok bisa terpenuhi dari produksi dalam
negeri. Dengan demikian, harga yang terjadi pastinya lebih stabil dan terjangkau oleh
masyarakat, khususnya rakyat miskin yang tingkat perekonomiannya rendah.
3. Kebijakan Moneter
Pada dasarnya, suatu kebijakan akan muncul apabila telah terjadinya suatu gejala
yang dirasakan. Terjadinya infalasi misalnya, pada masa Ibnu Taimiyah inflasi timbul
Karena adanya peredaran mata uang yang tidak seimbang, yaitu dengan pencetakan fulus
yang nilai nominalnya tidak seimbang dengan kandungan logam, sehingga apabila
dibelanjakan untuk emas dan perak, maupun barang-barang berharga lainnya, nilai mata
uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul inflasi. Sikap yang seharusnya
dilakukan oleh pemerintah menurut Ibnu Taimiyah adalah pencatakan fulus harus
didasarkan pada keseimbangan volume fulus dengan proporsi jumlah transaksi yang
terjadi, sehingga dapat terciptanya harga yang adil. Kemudian terhadap uang yang telah
beredar dimasyarakat disarankan untuk tidak membatalkannya, bahkan Ibnu Taimiyah
menyarankan untuk mencetak uang sesuai dengan nilai riilnya.
Pada keadaan sekarang timbulnya Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
tarikan permintaan atau desakan biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat
adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga.
Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya
permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor
produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini
terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang
bersangkutan dalam situasi full employment. Inflasi desakan biaya terjadi akibat
meningkatnya biaya produksi sehingga mengakibatkan harga produk-produk yang
dihasilkan ikut naik. Untuk menanggulangi Inflasi tersebut maka Bank Sentral diberikan
wewenang khusus oleh pemerintah. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha
Jatuhnya Nilai Rupiah dan Krisis Ekonomi Menurut
Pemikiran Ibnu Taimmiyah
e-ISSN: 2809-8862
p-ISSN: 2086-3306
Royyan Hafizi, Putri Amalia Zubaedah 100
mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa Bank Sentral bahkan
memiliki kewenangan yang independen, dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh
diintervensi oleh pihak di luar Bank Sentral, termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan
karena sejumlah studi menunjukkan bahwa Bank Sentral yang kurang independen, salah
satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan
moneter untuk mendorong perekonomian, sehingga dari intervensi tersebut akan
mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank Sentral umumnya mengandalikan jumlah uang beredar atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, Bank Sentral juga
berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan
karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi)
maupun eksternal (kurs), yang mana saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan
oleh Bank Sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
KESIMPULAN
Menurut Ibnu Taimiyyah, jatuhnya nilai mata uang disebabkan karena pencetakan
uang yang terlalu banyak. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa otoritas pemerintah harus
mencetak mata uang koin (emas maupun perak) sesuai dengan nilai transaksi yang adil
dari penduduk,tanpa keterlibatan kezaliman didalamnya. Beliau sangat menentang nilai
mata uang ini. Krisis moneter terjadi karena inflasi yang terlalu tinggi. Menurut Ibnu
Taimiyyah Inflasi tersebut terjadi Karena adanya peredaran mata uang yang tidak
seimbang, yaitu dengan pencetakan fulus yang nilai nominalnya tidak seimbang dengan
kandungan logam, sehingga apabila dibelanjakan untuk emas dan perak, maupun barang-
barang berharga lainnya, nilai mata uang tersebut menjadi menurun, dan akhirnya timbul
inflasi. Kemudian Ibnu Taimiyyah memberikan solusi pemikirannya terhadap krisis
moneter yaitu dengan memperhatikan tiga hal yaitu : mekanisme pasar yang stabil,
regulasi harga yang harus ditetapkan pemerintah secara adil, dan kebijakan moneter oleh
pemerintah berupa pencatakan fulus harus didasarkan pada keseimbangan volume fulus
dengan proporsi jumlah transaksi yang terjadi, sehingga dapat terciptanya harga yang
adil. Kemudian terhadap uang yang telah beredar dimasyarakat disarankan untuk tidak
membatalkannya, bahkan Ibnu Taimiyah menyarankan untuk mencetak uang sesuai
dengan nilai riilnya.
BIBLIOGRAFI
Fageh, A. (2018). Konsepsi Uang dan Kebijakan Moneter Perspektif Ibnu Taimiyah.
TARBIYA ISLAMIA: Jurnal Pendidikan Dan Keislaman, 7(1), 120.
Hakim, M. L. (2020). Hermeneutik-Negosiasi dalam Studi Fatwa-Fatwa Keagamaan:
Analisis Kritik terhadap Pemikiran Khaled M. Abou El Fadl. Istinbath, 19, 2752.
Harahap, S. M. (2015). Metode Istimbath Hukum Ibn Taimiyah (Analisis terhadap Kitab
Majmu’Fatawa Karya Taqiyuddin Ahmad Ibn Taimiyah). Yurisprudentia: Jurnal
Hukum Ekonomi, 1(2), 4761.
Junery, M. F. (2012). Konsep Moneter Islam Solusi terhadap Penanggulangan Goncangan
(Shock) Ekonomi. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita, 1(1), 99116.
Khalamillah, F. (2018). Money Function and Money Banking by Ibnu Taimiyah.
Nezky, M. (2013). Pengaruh krisis ekonomi Amerika Serikat terhadap bursa saham dan
perdagangan Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 15(3), 89103.
Purba, B., Nainggolan, L. E., Siregar, R. T., Chaerul, M., Simarmata, M. M. T., Bachtiar,
E., Rahmadana, M. F., Marzuki, I., & Meganingratna, A. (2020). Ekonomi Sumber
Vol. 11, No.3, pp. 93-101, Desember, 2020
101 https://journal.ikopin.ac.id
Daya Alam: Sebuah Konsep, Fakta dan Gagasan. Yayasan Kita Menulis.
Rofiq, M. K. (2019). Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyah. An-Nawa: Jurnal Studi
Islam, 1(1), 2860.
Sahiruddin, N. (2018). Kontribusi al-aman al-‘adl terhadap permintaan dan penawaran
harga (studi pemikiran ekonomi Islam abad pertengahan). STAIN Parepare.
Sinaga, S. (2021). Pemikiran Pendidikan Syekh Al-‘Uaimin (1347-1421 H./1929-2001
M.). Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Uyuni, C. (2022). Pengaruh Nilai Tukar, Tingkat Inflasi dan Imbal Hasil Terhadap
Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia. UIN SMH BANTEN.
Warjiyo, P. (2017). Mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia (Vol. 11). Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
Wicaksana, A. A. F., & Sukmana, R. (2018). . Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan
Terapan, 5(12), 10701085.
YULI, S., Alvis, R., & Firdaus Sy, F. S. (2020). Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter
Dan Fiskal Terhadap Inflasi Di Indonesia. Universitas Bung Hatta.
Zahra Afifah, R., & Hendra Setiawan, A. (2012). Analisis Bantuan Modal dan Kredit
Bagi Kelompok Pelaku Usaha Mikro Oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota
Semarang (Studi Kasus : KPUM di Kelurahan Pekunden, Kecamatan Semarang
Tengah. In Diponegoro Journal Of Economic (Vol. 1, Issue 1).