Co-Value : Jurnal Ekonomi, Koperasi & Kewirausahaan
Volume 11, Number 2, Juli, 2020
p-ISSN: 2086-3306 e-ISSN: 2809-8862
How to cite:
Rafi Farizki, Komarudin. (2020). Analisis Faktor Penyebab Dan Penanganan Pembiayaan
Murabahah Bermasalah: Studi Kasus Pada Bmt Gunungjati, Cirebon. Co-Value: Jurnal
Ekonomi, Koperasi Kewirausahaan Vol 11(2):42-49
E-ISSN:
Published by:
https://greenpublisher.id/
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB DAN PENANGANAN
PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH: STUDI KASUS PADA
BMT GUNUNGJATI, CIREBON
Rafi Farizki, Komarudin
Green Publisher
E-mail : rafifarizki90@gmail.com, jrxkomarudin21@gmail.com
Abstrak
Transaksi murabahah yang dilakukan di BMT, lebih sering digunakan untuk
pembiayaan yang ditujukan kepada nasabah untuk tambahan modal kerja. Seperti
pembiayaan untuk memperluas usaha. Di dalam akad pembiayaan murabahah di
BMT berdasarkan pada asas jual-beli, BMT bertindak sebagai penjual dan mitra
usaha sebagai pembeli atau nasabah. Harga jual ditentukan berdasarkan harga beli
dasar ditambah mark-up sesuai dengan kesepakatan antara BMT dengan mitra usaha.
Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor penyebab dan penanganan pembiayaan
murabahah bermasalah. Pelitian ini menerapkan metode kajian pustaka pada
kualiatatif deskriptif. Dan menggunakan analisis isi pada data yang diambil dari
dokumen atau catatan. Faktor yang menyebabkan pembiayaan murabahah
bermasalah di BMT Gunungjati dikarenakan pihak BMT (faktor insternal) dan
nasabah itu sendiri (faktor eksternal) seperti: Penurunan pendapatan usaha yang
diperoleh nasabah, nasabah mengalami kepailitan dan nasabah kesulitan dalam
melakukan pembayaran. Sehingga dilakukan penanganan dengan cara dilakukan
penjadwalan kembali (rescheduling), penyusunan kembali (restructuring), offset
pinjaman (penjualan jaminan) dan penghapusan pembiayaan.
Kata Kunci: Faktor Penyebab, Penanganan Pembiayaan, Murabahah Bermasalah
Abstract
Murabahah transactions carried out at BMT are more often used for financing aimed
at customers for additional working capital. Such as financing to expand the
business. In the murabahah financing contract at BMT based on the principle of
buying and selling, the BMT acts as the seller and the business partner as the buyer
or customer. The selling price is determined based on the basic purchase price plus a
mark-up in accordance with the agreement between BMT and business partners. This
study aims to analyze the causes and treatment of problematic murabahah financing.
This research applies the literature review method in descriptive qualitative. And use
content analysis on data extracted from documents or records. The factors that cause
murabahah financing to be problematic at BMT Gunungjati are due to the BMT
Analisis Faktor Penyebab Dan Penanganan Pembiayaan
Murabahah Bermasalah: Studi Kasus Pada Bmt
Gunungjati, Cirebon
Rafi Farizki, Komarudin 43
(internal factors) and the customers themselves (external factors) such as: Decreased
operating income obtained by customers, customers experiencing bankruptcy and
customers having difficulty making payments. So that the handling is done by
rescheduling, restructuring, loan offsets (sale of guarantees) and the elimination of
financing.
Keywords: Causing Factors, Handling Financing, Troubled Murabaha
Diterima: 25-06-2020 Direvisi: 5-07-2020 Disetujui: 6-07-2020
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang maha sempurna, oleh karenanya tidak ada satu aspek
pun dalam persoalan manusia yang luput dari kajian dan perhatian Islam (Purwanto,
2019). Allah swt telah merumuskan dan menyempurnakan segala bentuk aturannya untuk
dijadikan sebagai panduan bagi segenap umat Islam (Al-Hasan, 2013). Begitupun dalam
urusan muamalah, Islam mempunyai fondasi, aturan dasar atau pengarahan yang pokok
dan beberapa cabang penting dalam Ekonomi Islam, yang segogyanya menjadi acuan
dasar bagi umat islam dalam menjalankan kegiatan muamalahnya (Al-Hasan, 2013).
BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat secara
luas tidak ada batasan ekonomi, sosial, bahkan agama. Semua komponen masyarakat
dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan
mampu menjangkau lapisan pengusaha yang terkecil sekalipun (Mustofa, 2014).
Keberadaan BMT di Indonesia telah menjadi alternatif penyedia jasa keuangan untuk
pembiayaan mikro Islam. Dimana ada 3 hal yang mendasari pernyataannya tersebut.
Pertama, BMT didirikan di sebuah komunitas kecil. Kedua, hal itu dibuktikan bahwa
BMT telah memberantas praktek rentenir. Ketiga, BMT bisa bertahan ketika krisis
keuangan global melanda stabilitas perekonomian Indonesia pada tahun 2008
(Wardiwiyono, 2012).
Berdasarkan keputusan Menteri Koperasi RI No.91/Kep/M.KUM/2004, BMT
sekarang berbentuk Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (BMT). Pengelolaan BMT
difokuskan kepada sektor keuangan berupa penghimpunan dana dan pendayagunaannya.
Salah satu produk BMT adalah murabahah, Secara singkat, murabahah berarti suatu
penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati.
Transaksi murabahah yang dilakukan di BMT, lebih sering digunakan untuk pembiayaan
yang ditujukan kepada nasabah untuk tambahan modal kerja. Seperti pembiayaan untuk
memperluas usaha. Di dalam akad pembiayaan murabahah di BMT berdasarkan pada
asas jual-beli, BMT bertindak sebagai penjual dan mitra usaha sebagai pembeli atau
nasabah. Harga jual ditentukan berdasarkan harga beli dasar ditambah mark-up sesuai
dengan kesepakatan antara BMT dengan mitra usaha. (Laina, 2016).
METODE PENELITIAN
Pelitian ini menerapkan metode kajian pustaka pada kualiatatif deskriptif. Dan
menggunakan analisis isi pada data yang diambil dari dokumen atau catatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Praktek Pembiayaan Murabahah dan Konsep Murabahah dalam islam
Vol. 11, No.2, pp.42-49, Juli, 2020
44 https://journal.ikopin.ac.id
Murabahah adalah salah satu akad jual beli (pembiayaan) dengan tambahan nilai
yang diberikan oleh pembeli kepada penjual (LKS) sebagai laba untuk penjual sesuai
dengan kesepakatan. Murabahan merupakan salah satu jual beli al Amanah, dikarenakan
jual beli ini terjadi berdasarkan kepercayaan kepada penjual yang menjelaskan tentang
harga beli terhadap barang tersebut. Jual beli lainnya yang termasuk pada kategori ini
adalah jual beli Tawliyah (tanpa mengambil keuntungan) dan jual beli Muawwadah ( di
bawah harga/diskon). Dikarenakan Murabahah merupakan salah satu jenis dari Jual beli,
maka landasan hukum dan rukunnya sama dengan jual beli pada umumnya. Diantara dalil
yang menjadi landasannya adalah, Q.S Al-Baqarah: 275 dan Q.S An-Nisa: 26
“... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
....” (Q.S Al-Baqarah: 275 )
“....janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu.....”( Q.S An-Nisa: 26).
Akad atau transaksi murabahah seharusnya dilaksanakan dengan dua akad.
Pertama akad dari suplayer kepada pihak BMT dan yang kedua adalah akad dari pihak
BMT ke nasabah, sesuai dengan apa yang durumuskan oleh para ulama (Al-Hasan, 2013).
Dalam transaksi murabahah tidak diperkenankan dijalankan berdasarkan ba’i al-
Murabahah bil wakalah atau melalui perwakilan kepada nasabah, karena ini lebih dekat
dengan jual beli terhadap benda yang belum ada, dan itu tidak diperbolehkan dalam islam
(Al-Hasan, 2013).
Dalam prakteknya BMT yang hanya memberikan uang kepada nasabah untuk
dibelikan sendiri baranganya atau pihak BMT menunjuk nasabah sebagai agennya untuk
membeli barang yang diperlukannya atas nama BMT yang bersangkutan dan
menyelesaikan pembayaran harga barang dari biaya BMT tersebut (Yuliansyah, 2013).
Mekanisme ini jelas menyalahi hakikat murabahah itu sendiri, yang pada hakikatnya
murabahah adalah proses jual beli yang syarat dan rukun nya di tentukan oleh aturan
syara‟. Apabila pola ini tetap dilakukan, maka kesan yang kita dapat dari proses ini
penjual menjual barang yang belum ia miliki padahal ini jelas menyalahi aturan syara‟.
Sebagaimana dalam hadits dikatakan, ”Tidaklah sah jual beli, kecuali uyang dapat
dimiliki.”(HR. Abu Dawud 7083).
B. Pedoman Standar Akuntansi Dan Keuangan (PSAK) No. 102
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) menyalurkan dana dalam bentuk jual beli dalam
pembayaran ditangguhkan adalah penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan
harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang ditambah margin keuntungan yang
disepakati untuk keuntungan BMT. (Febrian & Mardian, 2017). Dalam murabahah BMT
bertindak sebagai penjual dan juga pembeli, sebagai pembeli BMT membeli barang
kepada pemasok untuk dijual kepada nasabah. Perlakuan akuntansi murabahah di BMT
berdasarkan PSAK 102 yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapkan murabahah (R. Ibrahim & Handayani, 2009).
Berdasarkan PSAK 102 akuntansi murabahah pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapan akuntansi untuk penjual adalah sebagai berikut:
1. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan.
2. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
Analisis Faktor Penyebab Dan Penanganan Pembiayaan
Murabahah Bermasalah: Studi Kasus Pada Bmt
Gunungjati, Cirebon
Rafi Farizki, Komarudin 45
a. Jika murabahah pesanan mengikat: dinilai sebesar biaya perolehan dan
jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau kondisi lainnya
sebelum diserahkan kenasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai
beban dan mengurangi nilai aset (Febrian & Mardian, 2017).
b. Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat:
dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasi, mana yang lebih rendah dan jika nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan maka selisihnya diakui
sebagai kerugian (Habibah & Nikmah, 2016).
3. Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai berikut:
a. Jika terjadi sebelum akad murabahah maka sebagai pengurangan biaya
perolehan aset murabahah.
b. Jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati
maka bagian yang menjadi hak nasabah dikembalikan kepada nasabah
jika nasabah masih berada dalam proses penyelesaian kewajiban atau
kewajiban kepada nasabah jika nasabah telah menyelesaikan kewajiban
(A. Ibrahim & Rahmati, 2017).
c. Jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang menjadi bagian
hak lembaga keuangan syariah diakui sebagai tambahan keuntungan
murabahah.
d. Jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad
diakui sebagai pendapatan operasional lain.
4. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon pembelian
akan tereliminasi pada saat:
a. Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan setelah
dikurangi dengan biaya pengembalian.
b. Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat
dijangkau oleh penjual.
5. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
a. Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu, maka
diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.
b. jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli, maka
diakui sebagai beban.
6. Pengakuan keuntungan. Keuntungan murabahah diakui:
a. Pada saat terjadinya akad murabahah jika dilakukan secara tunai atau
secara tangguh sepanjang masa angsuran murabahah tidak melebihi satu
periode laporan keuangan.
b. Selama periode akad secara proporsional jika akad melampaui satu
periode keuangan.
7. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
a. Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu diakui
sebagai pengurangan keuntungan murabahah.
b. Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli diakui
sebagai beban.
8. Pengakuan denda. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan
kewajibannya sesuai dengan akad dan denda yang diterima diakui sebagai
dana kebajikan (Pratiwi & Septiarini, 2014).
Vol. 11, No.2, pp.42-49, Juli, 2020
46 https://journal.ikopin.ac.id
9. Penyajian persentase piutang murabahah. Piutang murabahah disajikan
sebesar nilai neto yang dapat direalisasikan yaitu saldo piutang murabahah
dikurangi penyisihan kerugian piutang.
10. Penyajian marjin murabahah. Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai
pengurang (contra account) piutang murabahah.
11. Kesebelas, Penyajian pembukuan laporan keuangan.Beban murabahah
tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang murabahah.
12. Keduabelas, Pengungkapan.
a. Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi
murabahah, tetapitidak terbatas pada:
1) harga perolehan aset murabahah.
2) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan.
3) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.
b. Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi
murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
1) nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah.
2) jangka waktu murabahah tangguh.
C. Faktor Penyebab dan Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah
1. Faktor Penyebab Pembiayaan Murabahah Bermasalah
Ada beberapa faktor penyebab pembiayaan bermasalah Sebab-sebab
pembiayaan bermasalah dapat berasal dari pihak internal, dan pihak eksternal
diantaranya sebagai berikut:
a. Faktor intern (berasal dari pihak BMT)
1) Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah;
2) Kurang dilakukan evaluasi keuangan nasabah;
3) Kesalahan setting fasilitas pembiayaan (berpeluang melakukan
sidestreaming);
4) Perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha
nasabah;
5) Proyeksi penjualan terlalu optimis;
6) Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan
kurang memperhitungkan aspek competitor;
7) Aspek jaminan tidak diperhitungkan aspek marketable lemahnya
supervisi dan monitoring;
8) Terjadinya erosi mental: kondisi ini dipengaruhi timbali balik antara
nasabah dengan pejabat bank sehingga mengakibatkan proses
pemberian pembiayaan tidak didasarkan pada praktek perbankan
yang sehat.
b. Faktor ekstern (dari pihak nasabah)
1) Karakter nasabah tidak amanah (tidak jujur dalam memberikan
informasi dan laporan tentang kegiatannya);
2) Melakukan sidestreaming penggunaan dana;
3) Kemampuan pengelolaan nasabah tidak memadai sehingga kalah
dalam persaingan usaha;
4) Usaha yang dijalankan relatif baru;
5) Bidang usaha nasabah telah jenuh;
6) Tidak mampu menanggulangi masalah/ kurang menguasai bisnis;
Analisis Faktor Penyebab Dan Penanganan Pembiayaan
Murabahah Bermasalah: Studi Kasus Pada Bmt
Gunungjati, Cirebon
Rafi Farizki, Komarudin 47
7) Meninggalnya key person;
8) Terjadi bencana alam;
9) Adanya kebijakan pemerintah: peraturan suatu produk atau sektor
ekonomi atau industri dapat berdampak positif maupun negatif bagi
perusahaan yang berkaitan dengan industri tersebut.
2. Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah
Bank syariah dalam memberikan pembiayaan berharap bahwa
pembiayaan tersebut berjalan dengan lancar, akan tetapi bisa terjadi dalam jangka
waktu pembiayaan nasabah mengalami kesulitan dalam pembayaran yang
berakibat kerugian bagi bank syariah (Laina, 2016). Dalam hukum perdata
kewajiban memenuhi prestasi harus dipenuhi oleh debitur sehingga jika debitur
tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam
perjanjian maka dikatakan debitur telah melakukan wanprestasi (UNIBA &
Nourma Dewi, 2017). Berikut ini akan dijelaskan upaya atau strategi dalam
mengatasi pembiayaan murabahah bermasalah:
a. Melakukan pendekatan kepada nasabah pembiayaan. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui permasalahan yang sedang terjadi pada nasabah
pembiayaan. Serta memberikan alternatif solusi dalam mengatasi
permasalahan nasabah dengan mendatangi dan mendiskusikannya.
b. Collection, yaitu penagihan secara intensif. Dalam hal ini dilakukan
dengan dua cara sebagai berikut: Pertama, penagihan secara persuasive
yaitu dengan mengirimkan surat peringatan atau teguran kepada nasabah
yang bermasalah. Kedua, penagihan secara langsung yakni dengan
mendatangi langsung nasabah pembiayaan murabahah yang mengalami
penunggakan (Setiawan & Amin, 2019).
c. Rescheduling (penjadwalan ulang), yaitu nasabah diberikan perpanjangan
waktu jatuh tempo dalam pelunasan pembiayaan yang diberikan oleh
bank/BMT.
d. Restructuring, yaitu dengan cara: Menambah jumlah kredit dan/atau
menambah equity yaitu dengan menyetor uang tunai dan/atau ambahan
dari pemilik (Mulyadi, 2016).
e. Potongan pelunasan, artinya bank/BMT memberikan keringanan kepada
nasabah yang bermasalah berupa potongan pelunasan dalam tempo yang
telah ditentukan.
f. Penyitaan jaminan, yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan
jaminan dalam rangka pelunasan pembiayaan (Hasiholan, 2020). Hal ini
dilakukan apabila nasabah sudah benar-benar tidak mampu lagi untuk
membayar hutangnya.
g. Hapus buku yaitu langkah terakhir yang dilakukan untuk membebaskan
nasabah dari beban hutangnya, dikarenakan nasabah sudah tidak mampu
lagi untuk mengembalikan pinjamannya dan barang yang dijadikan
jaminan tidak bisa menutupi hutangnya. Sedangkan usaha yang
dijalaninya sudah tidak bisa diharapkan lagi.
KESIMPULAN
Sebagaimana dibahas di atas, masih terdapat ketidaksesuaian antara konsep
dengan apa yang terjadi di lapangan mengenai pelaksanaan murabahah. Di antara indikasi
ketidaksesuaian itu adalah mengenai konsep murabahah bil wakalah (agen kepada
nasabah) yang jika tetap dipertahankan lebih mendekati pada jual beli yang diharamkan,
Vol. 11, No.2, pp.42-49, Juli, 2020
48 https://journal.ikopin.ac.id
yaitu jual beli madum atau jual beli barang yang tidak ada pada seseorang (penjual).
Walaupun demikian, masih terdapat dispensasi mengenai pembiayaan murabahah bil
wakalah, yaitu jika pihak BMT berada dalam kemadharatan apabila tidak menggunakan
pelaksanaan murabahah dengan agen. Faktor yang menyebabkan pembiayaan murabahah
bermasalah di BMT Gunungjati dikarenakan pihak BMT (faktor insternal) dan nasabah
itu sendiri (faktor eksternal) seperti: Penurunan pendapatan usaha yang diperoleh
nasabah, nasabah mengalami kepailitan dan nasabah kesulitan dalam melakukan
pembayaran. Sehingga dilakukan penanganan dengan cara dilakukan penjadwalan
kembali (rescheduling), penyusunan kembali (restructuring), offset pinjaman (penjualan
jaminan) dan penghapusan pembiayaan. Metode pelunasan pembiayaan akad murabahah
telah sesuai dengan fatwa DSN dan PSAK 102 mengenai denda atas kelalaian nasabah.
Dan potongan atau diskon yang diberikan BMT juga telah sesuai dengan metode yang
diatur oleh PSAK 102.
BIBLIOGRAFI
Al-Hasan, F. A. (2013). Analisis Pelaksanaan Akad Murabahah Di Lembaga Mikro
Keuangan Syariah (BMT). Jurnal Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah Dan Hukum Uin Sgd Bandung, March 2014.
Febrian, R., & Mardian, S. (2017). Penerapan PSAK NO. 102 Atas Transaksi Murabahah:
Studi Pada Baitul Maal Wa Tamwil Di Depok, Jawa Barat. Ikonomika, 2(1).
https://doi.org/10.24042/febi.v2i1.943
Habibah, M., & Nikmah, A. (2016). Analisis Penerapan Akuntansi Syariah Berdasarkan
Psak 102 Pada Pembiayaan Murabahah Di BMT Se-Kabupaten Pati. Jurnal
Ekonomi Syariah, 4(1).
Hasiholan, C. P. (2020). Tinjauan Yuridis Atas Penyitaan Barang Oleh Kreditur
Terhadap Debitur Yang Wanprestasi Pada Koperasi Kredit Harapan Kita Medan.
Ibrahim, A., & Rahmati, A. (2017). Analisis solutif penyelesaian pembiayaan bermasalah
di bank syariah: Kajian pada produk murabahah di Bank Muamalat Indonesia Banda
Aceh. Iqtishadia: Jurnal Kajian Ekonomi Dan Bisnis Islam STAIN Kudus, 10(1),
7196.
Ibrahim, R., & Handayani, T. (2009). Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 45 Pada Baitul Mal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Telaah
Dan Riset Akuntansi, 2(2), 183197.
Laina, Z. (2016). Analisis penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah di BMT
Insan Sejahtera Cabang Cepiring. UIN Walisongo.
Mulyadi, D. (2016). Analisis Manajemen Kredit Dalam Upaya Meminimalkan Kredit
Bermasalah (Studi Pada PT. BPR Pantura Abadi Karawang). Jurnal Manajemen &
Bisnis Kreatif, 1(2).
Mustofa, A. (2014). Reorientasi Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta
(Anggota IKAPI).
Pratiwi, I. E., & Septiarini, D. F. (2014). Analisis Penerapan Psak 102 Murabahah (Studi
Kasus Pada KSU BMT Rahmat Syariah Kediri). AKRUAL: Jurnal Akuntansi, 6(1),
1732.
Purwanto, M. R. (2019). Keadilan dan Negara: Pemikiran Sayyid Qutb tentang
Pemerintahan yang Berkeadilan. Universitas Islam Indonesia.
Setiawan, A., & Amin, M. (2019). Penanganan Pembiayaan Muarabahah yang
Bermasalah di Kopersi Jasa Keuangan Syariah Mandiri Sejahtera Cabang
Campurejo Panceng Gresik. Al-Muzdahir: Jurnal Ekonomi Syariah, 1(1), 4150.
UNIBA, F. H., & Nourma Dewi, S. H. (2017). Regulasi Keberadaan Baitul Maal Wat
Analisis Faktor Penyebab Dan Penanganan Pembiayaan
Murabahah Bermasalah: Studi Kasus Pada Bmt
Gunungjati, Cirebon
Rafi Farizki, Komarudin 49
Tamwil (bmt) dalam Sistem Perekonomian di Indonesia. Serambi Hukum, 11(01),
96110.
Wardiwiyono, S. (2012). Internal control system for Islamic micro financing: An
exploratory study of Baitul Maal wat Tamwil in the City of Yogyakarta Indonesia.
International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management.
Yuliansyah, A. A. (2013). Analisis Perlakuan atas Pembiayaan Murabahah Bermasalah”
(studi kasus pada BMT PSU (Perdana Surya Utama) Malang). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FEB, 1(2).
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License